SURABAYA | rakyatjelata.com – Skandal dugaan penyelewengan dana hibah di Jawa Timur terus mencuat. Setelah sebelumnya terungkap adanya dana hibah siluman sebesar Rp. 1,72 triliun, kini ditemukan lagi dugaan hibah Gubernur (HG) sebesar Rp. 751,5 miliar yang diduga disusupkan ke pokok pikiran (Pokir) DPRD Jatim pada tahun 2021.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Jurnal3, kedua dana hibah ini memiliki kesamaan status: tidak termonitor dalam anggaran tahun 2020 dan 2021. Diduga, dana tersebut diarahkan untuk kepentingan elite tertentu di DPRD Jatim periode 2019-2024.
Baca Juga: Terkait Dana Hibah, Jatim One Mendesak KPK segera Panggil dan Periksa Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur
Dana sebesar Rp. 751,5 miliar tersebut disinyalir masuk dalam kuota hibah pokir DPRD Jatim di tahun 2021. Informasi menyebut, dana ini "dititipkan" oleh pihak eksekutif dan dicairkan bersamaan dengan dana pokir yang disalurkan kepada elemen masyarakat melalui aspirasi para anggota dewan.
Penggeledahan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor Biro Kesra Pemprov Jatim pada 16 Agustus 2024 lalu diduga untuk mencari bukti terkait dugaan dana siluman ini. Fakta bahwa ada dana HG yang masuk ke pokir DPRD memperkuat indikasi penyelewengan dana hibah yang tidak hanya melibatkan legislatif, tetapi juga eksekutif.
Menurut temuan Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim), dana hibah yang diduga berasal dari Hibah Gubernur ini perlu diungkap oleh KPK. "Kita perlu tahu siapa saja yang menerima dana besar ini. Ada jatah pokir yang jelas, namun kenapa ada dana tambahan yang masuk?" ujar Musfiq, Koordinator Jaka Jatim, pada Senin (9/9/2024).
Musfiq menegaskan bahwa pencairan dana hibah, baik pokir maupun non-pokir, tidak bisa terjadi tanpa persetujuan Gubernur. Setiap permohonan hibah harus melalui Gubernur, bukan kepada pimpinan DPRD Jatim. "Masalahnya, anggota dewan menjual program dana hibah ini ke masyarakat. Kalau tidak dijual, mereka aman," tambah Musfiq.
Dana hibah untuk 120 anggota DPRD Jatim periode 2019-2024 diperkirakan mencapai Rp. 2 triliun dari total Rp. 7 hingga 8 triliun dana hibah Jatim sejak 2019. Gubernur dan Wakil Gubernur sendiri memiliki kuota hibah yang lebih besar dari anggota DPRD.
Jaka Jatim mendesak KPK agar adil dalam mengusut dugaan penyelewengan dana hibah ini, termasuk memeriksa Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim. "Kita tidak menuduh langsung, tapi KPK harus mengusut Pemprov Jatim. Mengapa KPK menggeledah ruang kerja pejabat tinggi jika tidak ada arah menuju ke sana?" pungkas Musfiq.
Pengamat kebijakan publik, Dr. Basa Alim Tualeka, menyatakan bahwa Gubernur Jatim bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas dugaan penyelewengan ini, karena Gubernur adalah pembuat kebijakan dan penanggung jawab utama. "Prinsip vicarious liability berlaku, di mana pimpinan bertanggung jawab atas tindakan bawahannya," ujarnya.
Alim menegaskan bahwa Gubernur harus memastikan setiap dana hibah digunakan untuk kepentingan publik sesuai peruntukan. "Gubernur dipilih rakyat, jadi tanggung jawabnya adalah kepada rakyat. Jika terbukti ada penyalahgunaan, Gubernur dan Wakil Gubernur harus meminta maaf secara terbuka kepada rakyat yang memilih mereka," tegas Alim.
Alim juga mengingatkan bahwa publik bisa mengajukan gugatan ke PTUN jika merasa dirugikan oleh kebijakan yang melanggar hukum. "Pengadilan adalah benteng terakhir akuntabilitas pemerintah. Tidak ada pejabat yang kebal dari hukum," tutupnya. (Ki/Red)
Editor : Admin Rakyatjelata