SURABAYA, | rakyatjelata.com - 29 Oktober 2024 – Pada acara talkshow "DAKON" Dadak Takon yang digelar di Warung Dapoer Oemoem Rungkut Menanggal No 26 Surabaya.
suasana seketika berubah hening ketika seorang saksi hidup, veteran bernama Mbah Amad, mulai membuka cerita seputar momen penting dalam bagian sejarah Indonesia. Dengan penuh penghayatan, Mbah Amad mengisahkan kembali peristiwa heroik yang berlangsung di Hotel YAMATO kini berubah menjadi Hotel MOJOPAHIT. yaitu tragedi perobekan bendera Belanda di atas atap Hotel, kisah yang ternyata menyimpan banyak cerita tersebut ternyata berbeda dari apa yang sering dipertontonkan oleh Pemerintah Kota Surabaya melalui acara dan pertunjukan Teatrikal pada saat memperingati Hari Pahlawan setiap tahunnya
Baca Juga: Polres Gresik Amankan Komplotan Jambret FC dan Veteran
Mbah Amad, yang kini berusia 100 tahun lebih bukan sekadar saksi. Ia adalah sosok yang berperan langsung dalam peristiwa ikonik itu. Menurut ceritanya, kala itu ia berperab sebagai pemegang tangga yang digunakan untuk menuju ke arah bendera Belanda berkibar. Tangga tersebut diambil dari sebuah pekupon (tempat burung merpati) milik warga di daerah Gedung Turi, dan Mbah Amad dengan bangga memegangnya sebagai bagian dari aksinya.
“Surabaya waktu itu mencekam, sepi,” kenang Mbah Amad. Tidak seperti gambaran dalam acara teatrikal dan film-film, saat itu jalanan Surabaya kosong dari warga biasa; yang tersisa hanyalah pemuda-pemuda pemberani dari berbagai daerah, mulai dari Jong Java, Jong Papua, Jong Sumatra, hingga Jong Batak dan Jong lainnya yang turut bergabung dalam barisan perjuangan. Jadi bukan arek arek Suroboyo saja." Tuturnya.
Mbah Amad juga memaparkan fakta yang selama ini tak banyak diketahui publik: kondisi pejuang yang amat memprihatinkan. Banyak dari mereka yang bertahan tanpa makan hingga lebih dari seminggu, bahkan beberapa di antaranya gugur karena kelaparan. Di tengah kesulitan itu, Bung Tomo, sosok yang selalu dikenal dengan pekikan semangatnya, memimpin dengan takbir “Allahu Akbar” sebanyak tiga kali. Pekikan itu, menurut Mbah Amad, bukan sekadar teriakan; ia bagaikan bara yang menyulut kembali semangat para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dengan jiwa raganya.
Pada saat bendera Belanda disobek, tidak ada gencatan senjata. Yang ada hanyalah tiga kali tembakan peringatan di bawah komando Bung Tomo. Itu menjadi tanda perjuangan yang tak kenal henti, sebuah pilihan antara hidup dalam kemerdekaan atau mati dalam kehormatan. "Waktu itu kami tidak punya pilihan lain. Berperang, kita mati; tidak berperang pun, hidup kita hanya 5%,” ungkap Mbah Amad dengan mata yang berkilat penuh kebanggaan.
Baca Juga: Jejak Pejuang Veteran di Tanuditan
Talkshow yang biasanya ramai dengan diskusi santai mendadak berubah menjadi sesi penuh keharuan. Para penonton, terutama generasi muda yang hadir, tersentuh oleh perjuangan dan pengorbanan yang dilalui oleh para pahlawan. Sejarah yang tak terungkap itu menjadi pengingat bagi semua orang bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil perjuangan penuh darah dan air mata.
Cerita dari Mbah Amad menjadi pengingat abadi akan arti penting dari semangat persatuan dan keberanian yang diwariskan oleh para pendahulu.
Editor : Admin Rakyatjelata