rakyatjelata.com skyscraper
rakyatjelata.com skyscraper

Ancaman Terhadap Wartawan Di Lakukan Oleh Petugas BPK.

SURABAYA | rakyatjelata.com - Kasus pengancaman terhadap wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistik terjadi lagi. Seperti yang terjadi kepada seorang wartawan dari rakyatjelata.com ketika dirinya bertanya via WhatsApp kepada petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa hari lalu menimbulkan kekhawatiran serius. Dalam insiden ini, wartawan tersebut menerima ancaman akan dilaporkan kepada atasannya ( Kepala BPK) dan media tempatnya bekerja diancam akan disomasi. Hal ini tentu mencederai perasaan wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya, dikala dirinya bertanya guna mengumpulkan informasi melalui wawancara malah mendapatkan perlakuan seperti itu. Anehnya lagi petugas BPK ini malah ngotot merasa dirinyalah yang benar.

Sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi, kebebasan pers adalah elemen krusial yang dijamin oleh hukum. Dalam konteks ini, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Pasal 4 ayat (3) UU Pers secara tegas menyatakan bahwa wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi, serta tidak dapat dihambat dalam pelaksanaannya.

Baca Juga: BPK harus Evaluasi Jembatan Belendung yang Kondisi Lantai pada Retak Padahal Anggaran Milyaran

Kamis, 27 September 2024.

Mengacu pada peristiwa ini, tindakan mengancam wartawan karena merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang diajukan tidak hanya mencederai etika jurnalistik, tetapi juga berpotensi melanggar undang-undang. Pasal 8 UU Pers juga menegaskan bahwa dalam melaksanakan profesinya, wartawan memperoleh perlindungan hukum. Artinya, tindakan pengancaman atau intimidasi terhadap wartawan dapat dikategorikan sebagai bentuk penghambatan terhadap hak wartawan untuk memperoleh informasi.

Jika memang hal tersebut terbukti sebagai tindakan yang menghambat proses pencarian informasi, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap UU Pers. Ketika wartawan melakukan tugasnya sesuai dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers, narasumber yang merasa terganggu seharusnya mengikuti jalur hukum yang telah diatur, seperti menggunakan hak jawab atau hak koreksi, bukan dengan cara intimidasi atau ancaman.

Baca Juga: LMP Minta Intel Kejari Karawang Dan BPK Awasi Kegiatan Normalisasi di Tempuran, Untuk Antisipasi Keluarnya SPK Susulan

Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa siapa pun yang menghambat atau menghalangi wartawan dalam menjalankan profesi jurnalistik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta. Berdasarkan pasal ini, ancaman terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya merupakan bentuk pelanggaran yang serius.

Bagi wartawan yang mengalami ancaman atau intimidasi dapat menempuh beberapa langkah, seperti:
1. Melaporkan ancaman tersebut kepada Dewan Pers, yang berfungsi sebagai lembaga yang menjaga dan mengawasi kemerdekaan pers.
2. Meminta perlindungan hukum, baik melalui organisasi wartawan ataupun aparat penegak hukum, berdasarkan hak yang telah dijamin dalam UU Pers.

Baca Juga: Pekerjaan Normalisasi Desa Langgen Sari di Duga Dikerjakan Asal Asalan serta Tabrak Undang Undang No 14 Tahun 2008, BPK Harus Lakukan Evaluasi

Tindakan pengancaman terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers, sebagaimana dijamin dalam UU No. 40 Tahun 1999. Melalui perlindungan yang diberikan oleh undang-undang ini, wartawan memiliki hak untuk melakukan tugasnya tanpa ancaman atau intimidasi. Jika terjadi sengketa, jalur hukum yang benar adalah dengan mengajukan hak jawab atau hak koreksi, bukan dengan ancaman somasi atau melaporkan wartawan ke pimpinannya.

Sebagai pilar keempat demokrasi, pers yang bebas dan bertanggung jawab harus dijaga, demi terjaminnya hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang akurat dan terpercaya.

Editor : Admin Rakyatjelata