Rakyatjelata - Mencintai Indonesia butuh konsistensi memperjuangkan kepentingan bangsa, tidak bergantung siapa pemimpinnya. Karena setiap pemimpin memiliki kepentingan berbeda yang belum tentu sejalan dengan agenda perjuangan rakyatnya. Pemilu dengan segala carut maerutnya melahirkan pemimpin baru, namun persoalan mendasar tentang kesesenjangan dan kesejahteraan masyarakat menjadi perjuangan yang tidak pernah usai.
Ormas lintas agama, budaya dan kebhinekaan Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) menjadi salah satu organisasi kemasyarakatan yang konsisten menyuarakan aspirasi dan kegelisahan masyarakat. Di bawah kepemimpinan ketua umumnya AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal), PNIB tidak pernah berhenti mengkritisi, mengingatkan, menyampaikan persoalan kebangsaan yang masih sarat ketidakadilan meskipun telah melewati era reformasi.
Baca Juga: Menanggapi Kedatangan UAS di Surabaya, PNIB: Da'i Provokator Harus di Tolak
“Pemerintah masih berhutang banyak kepada cita-cita proklamasi yang mengamanatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Bung Karno pernah menyampaikan jika kita tidak bisa menyelenggarakan sandang dan pangan di tanah air yang kaya raya ini, maka sebenarnya kita termasuk bangsa yang maha tolol” ungkap Gus Wal dalam diskusi dan wawancara khusus dengan awak media.
Bangsa Indonesia yang dianugerahi kekayaan alam yang melimpah hingga membuat bangsa lain iri, namun untuk memenuhi kebutuhan hidup primer kita masih bergantung kepada bangsa lain. Ini menjadi fakta yang tidak dipungkiri, dikarenakan persoalan ego sektoral dalam mengelola SDA.
“Limpahan kekayaan SDA yang kita miliki menjadi kutukan ketika tidak bisa mensejahterakan seluruh bangsa. Korupsi dan nepotisme pengelolaan SDA pada akhirnya hanya memperkaya golongan tertentu. Dan itu sudah terjadi puluhan tahun tanpa mampu kita memberantas biang keladi kemiskinan sosial dan kesenjangan ekonomi. Di ibukota mobil mewah berseliweran keluar masuk gedung pencakar langit, namun di Papua, Sulawesi, NTT kita masih menemukan masyarakat yang hidup di jaman batu. Makan dedaunan dari hutan dan tidur beratap rumbia beralas jerami. Mereka saudara kita juga tinggal dekat dengan limpahan SDA yang setiap hari dikeruk untuk kesejahteraan negara asing dan elite pemerintahan” kata Gus Wal penuh keprihatinan.
Baca Juga: PNIB Tanggapi Apresiasi Densus 88 Atas Bubarnya Jama'ah Islamiyah
Pemerintah selama ini lebih cenderung memperlakukan SDA sebagai komoditas perdagangan daripada menjadikannya asset kekayaan yang mesti diolah bersama. Bagi mereka yang bermodal kuat bisa membeli SDA lalu menjualnya kembali dengan harga tinggi. Masyarakat yang tinggal di sekitar menjadi penonton penjarahan warisan nenek moyang mereka tanpa bisa berbuat apa-apa karena aturan menyatakan keberpihakan kepada pemodal, bukan kepada masyarakat.
“Di tengah keprihatinan kita bersama, PNIB berharap ada perubahan sistem pengelolaan berpihak kepada rakyat yang tidak sekedar basa-basi. Aturan dari pusat sudah benar, namun konspirasi dan nepotisme di lapangan selalu berlawanan. Rencana pemerintah yang akan membagi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) kepada masyarakat melalui ormas pada prinsip keadilan terlihat positif. Tetapi berpotensi terjadi penyalahgunaan terkait ormas-ormas yang hanya dijadikan kedok kelompok Wahabi, khilafah dan radikalisme. Ormas yang sebagian berorientasi pragmatis yang lemah kemampuan manajemen akan semakin menambah runyam pengelolaan SDA kita. PNIB berharap ormas dalam batasan dilibatkan, bukan diberikan wewenang yang bukan bidangnya. Proses seleksinya itu juga jadi persoalan, ormas yang tidak setia kepada negara, Pancasila dan UUD 45 tidak berhak mendapatkan. Ibarat memberi makan kepada musuh kita sendiri” jelas gus Wal menanggapi persoalan IUP.
Lebih jauh Gus Wal selalu mengingatkan kewaspadaan kita akan bahaya laten khilafah, Wahabi dan kelompok radikalisme yang masih ada di sekitar kita. Mereka yang selalu bersembunyi di sendi-sendi ekonomi untuk melanjutkan agenda perjuangan mereka.
Baca Juga: Paus Fransiscus Akan ke Indonesia September, PNIB: Waspada Adu domba Kelompok Intoleransi
Gus Wal berharap Pemerintah saat ini dan yang akan datang serius menyikapi perkembangan kelompok wahabi Khilafah Radikalisme Terorisme yang semakin berkembang pesat dengan menutup dan mengambil alih lembaga, sekolah, pesantren berkedok sekolah internasional unggulan berasrama yang sangat banyak, besar dan tersebar diberbagai penjuru negeri serta menghentikan lembaga sosial yang menggalang donasi untuk sosial kemasyarakatan umat ataupun berkedok untuk palestina namun banyak diselewengkan untuk kegiatan menguatkan paham ideologi Wahabi Khilafah Radikalisme Terorisme yang merupakan musuh rakyat dan bangsa Indonesia.
“Kelompok dan individu berpaham Wahabi dan khilafah ada di lapisan elite penentu kebijakan negara. Pergerakan mereka inilah yang sulit terdeteksi karena mereka berada di dalam kekuasaan namun berbeda ideologi dan tujuan bernegara. Korupsi, kolusi dan nepotisme adalah musuh ekonomi bangsa, sedangkan Wahabi, khilafah dan radikalisme adalah musuh kita bersama. Siapapun pemimpin negeri ini jika tidak mampu memberantas hal tersebut, maka sepantasnya mengundurkan diri secara terhormat sebelum masyarakat yang selama ini menjadi korban terlanjur bergerak menurunkanya” pungkas Gus Wal. (Red)
Editor : Admin Rakyatjelata