Beginilah Kisah Hancurnya Cagar Budaya Mawar 10 Yang Di Lakukan Jayanata

avatar Rakyat Jelata


Surabaya, rakyatjelata.com - Hancurnya bangunan cagar budaya yang di kenal dengan rumah radio pemberontakan bung Tomo (RBPRI) memendam kisah pilu di dalamnya. Sejarah yang hampir hilang akibat musnahnya bangunan tersebut berjalan hampir 7 rahun lamanya. Inilah penuturan dari dua ahli waris keluarga Aminhadi, Narindrani (68), dan Tjintariani (66), yang mana mereka adalah sebagai pemilik lama rumah Jl Mawar 10-12, Tegalsari, Surabaya, mereka bercerita terkait rumah berstatus Bangunan Cagar Budaya (BCB) itu. Jumat, 1 Juli 2022. "Bapak kami atas nama Aminhadi bersama Ibu dan kami kedua putrinya, pindah di Jl Mawar nomor 10 dan 12 sejak tahun 1973," tutur Narindrani, mengawali cerita, saat ditemui di kawasan Gayung Sari Barat, Surabaya, Sabtu (14/5/2016). Didampingi Tjintariani, atau yang akrab disapa Rin, Narindrani menyebut rumah itu, sebelumnya adalah rumah dinas PNP, perusahaan pergulaan peninggalan zaman Belanda yang kini berubah menjadi PT Perkebunan Nusantara (PTPN). "Di tahun itu bapak kami membeli dan mengurus surat kepemilikan langsung ke Belanda, di pusat-nya kantor PNP. Kemudian setelah mendapat keterangan dari PNP, kami daftarkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Rin, saksi hidup yang mengantar bapak saya mengurus ke Belanda," jelas Narindrani. Polemik pembongkaran rumah Jl Mawar nomor 10, yang menggelinding hingga pelaporan di Polrestabes Surabaya, membuat dua bersaudara ini merasa sedih. Informasi awal, rumah BCB itu, disebut sebagai rumah radio Bung Tomo, keduanya mengaku menangis. "Pertama kami tahu itu rumah bapak kami. Kedua, kami kebingungan dan ketakutan mau memberi penjelasan kemana," lanjut Rin, yang pensiunan dosen seni di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Selanjutnya, sejak tinggal mulai tahun 1973, tahun 1975, Aminhadi mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sehingga di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR), disebutkan rumah nomor 10 dan 12 itu sudah ber-IMB sejak tahun 1975. Selama tinggal di rumah itu, keduanya mengakui sang ayah sering melakukan renovasi. Mulai dari kamar kos yang dilengkapi dengan kamar mandi dalam dan AC. Kemudian dinding juga banyak ambrol, karena dulunya belum memakai semen. Plafon juga banyak yang rusak, kuda-kuda rumah juga banyak yang lapuk dimakan rayap. Sebenarnya IMB tahun 1975 itu, juga IMB untuk pengajuan renovasi, dari jendela yang berteralis besi, diubah menjadi jendela berkaca. Tahun 1996, saat penetapan rumah Amin (Aminhadi) sebagai BCB, keduanya mengaku tidak tahu. Hanya ibunya yang tahu, dan kemudian ada pemasangan plakat. Ada dua plakat yang dipasang, yaitu di dinding dan di halaman dekat pagar. "Saat ditetapkan sebagai BCB itu kami sempat Ge Er. Wuah pasti akan ada bantuan untuk operasional nantinya, tapi ternyata tidak," celetuk anak Rin. Diakuinya setiap bulan untuk biaya utilitas seperti listrik dan air, rumah di Jl Mawar 10 dan 12 itu mencapai antara Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Sedang pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencapai Rp 20 juta per tahun. "Tidak ada bantuan apapun. Termasuk yang katanya diskon 50 persen, itu pun tidak ada," tegas keduanya. Sampai akhirnya tahun 2012, rumah nomor 12 dijual untuk menutupi tunggakan PBB. Seiring semakin mahalnya pajak PBB dan bangunan rumah banyak yang mengalami kerusakan, sementara untuk membangun, tidak ada biaya, keduanya sepakat menjual. Pembelinya adalah tetangga mereka sendiri, yaitu Beng Jayanata, pemilik dari Plaza Jayanata. Proses jual beli rumah itu dilakukan sepanjang tahun 2015, karena harus melalui perizinan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya. Diakui Rin, mereka menempuh komunikasi selama satu tahun dengan Disbudpar. "Penjualan itu kami mendapat izin dari Disbudpar dan Tim Cagar Budaya. Sehingga Desember 2015 itulah, rumah orangtuanya kami dibeli Pak Beng," tambah Narindrani. Soal IMB Desember 2015, Narindrani dan Rin mengaku yang mengurus bukan lagi mereka. Melainkan pihak pembeli. Begitu juga tentang pengajuan renovasi di Disbudpar pada Februari 2016 kemudian rekomendasinya keluar pada Maret 2016 juga dilakukan pemilik baru. Pembongkaran bangunan cagar budaya Studio Pemancar Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) Bung Tomo di Jalan Mawar No. 10 Surabaya ternyata diperuntukan untuk membangun dan di pergunakan untuk rumah anak dari bos Jayanata. Di sinilah awal hancurnya rumah radio pemberontakan Bung Tomo rata dengan tanah. Hal itu disampaikan Lilik Wahyuni sebagai Store Manager Plaza Jayanata saat hearing atau dengar pendapat di Komisi C DPRD Kota Surabaya, Selasa (10/05/2016). Karena pemiliknya, pak Beng Jayanata dan putranya, Hans Jayabaya serta keluarga besar lainnya sedang liburan keluar negeri. Mereka baru akan kembali ke Surabaya akhir-akhir minggu ini, jelas Lilik. Sebelumnya, pihak Pemkot Surabaya meminta pihak yang merobohkan bangunan itu yaitu Jayanata harus membangun kembali sesuai aslinya. Sikap Pemkot tegas. Pihak yang merobohkan harus merekontruksi kembali dan akan mempidanakan, kata Kasatpol PP yang waktu itu di jabat oleh Irvan Widyanto. Sesuai SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04/1996, bangunan Studio Pemancar Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) di Jalan Mawar Nomor 10 dan 12 milik Pak Amin, adalah bangunan cagar budaya. Banyak elemen nasyarakat yang meminta agar pelaku pembongkaran bertanggung jawab. Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media di lapangan, bangunan yang memang memiliki dua bagian milik Pak Amin itu ternyata sudah dijual kepada dua pemilik baru. Bangunan Jalan Mawar Nomor 10 yang sudah rata dengan tanah sudah dibeli oleh PT Jayanata Kosmetika Prima. Sedangkan bangunan nomor 12 yang masih utuh, sekarang dimiliki orang lain, yang menurut warga setempat bernama Suhariyanto seorang pengusaha gula. Padahal, sesuai Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pengalihan kepemilikan Cagar Budaya harus mendapatkan izin dari bupati/wali kota di wilayah masing-masing. Wiwiek mengatakan, pembongkaran bangunan bersejarah perjuangan arek-arek Suroboyo itu sedang dalam penyelidikan oleh tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sesuai pasal 42 Perda Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya, pembongkar bangunan cagar budaya tanpa seizin Pemkot Surabaya dapat dipidana kurungan paling lama tiga bulan dan denda paling banyak Rp 50 Juta. Sedangkan sesuai pasal 105 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, orang yang sengaja merusak cagar budaya akan dipidana minimal 1 tahun penjara, dan/atau denda paling sedikir Rp 500 juta. Dari catatan sejarah, melalui siaran-siaran radio Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, Bung Tomo membakar gelora revolusi rakyat Surabaya. Radio pemberontakan yang resmi mengudara sejak 15 Oktober 1945 ini konsisten mengudara, bahkan hingga pertempuran Surabaya berlangsung di bulan November rumah jl Mawar sempat menampung alat alat radio milik NIROM (RRI) yang pada saat itu keberadaannya di jalan Embong Malang Surabaya dan sempat meneruskan siaran adanya Proklamasi yang di kumandangkan oleh Soekarno Hatta. Tak hanya itu, rumah ini juga menjadi sejarah bertemunya dua insan manusia yaitu Bung Tomo bersama Sulis memadu cinta. kala itu Sulis bertugas sebagai anggota PMI. Meskipun cerita robohnya rumah radio pemberontakan ini di rahasiakan kepada Sulis, namun tetap saja berita hancurnya tetenger tersebut terdengar oleh Sulis (istri bung tomo) yang menyebabkan dirinya Shock hingga wafat. Betapa besar nilai sejarah yang tersimpan di rumah jl Mawar no 10-12 bagi bangsa Indonesia. Peran serta dalam memerdekakan melalui radio yang mengumandangkan semangat untuk arek Suroboyo tak lekang oleh waktu. Terbukti saat ini telah lahir Yayasan Mawar Sepuluh yang didirikan pada hari rabu, 08 - 06 - 2022 oleh Bambng Sulistomo (Putra Bung Tomo) sebagi pembina dan Mas Mochamad Ali Masrur (Putra Wardoyo Wartawan sahabat Bung Tomo) yang berkedudukan sebagai ketua Yayasan berniat untuk mewarisi nilai sejarah yang ada pada jl Mawar no 10-12, meskipun bangunan yang dipergunakan sebagai rumah radio pemberontakan Bung Tomo kini sudah rata dengan tanah namun semangat arek Suroboyo melalui para pengurus Yayasan Mawar Sepuluh tak akan surut untuk melestarikan nilai sejarah yang menjadi icon semangat tersebut. (Kiki/Red)

Baca Juga: Anak DPR RI Pembunuh Pacarnya!! Ini Modusnya....

Editor : Admin Rakyatjelata